KARO DARI ZAMAN KE ZAMAN MODERN
Sebuah perenungan singkat membahas perkembangan
masyarakat Karo tempo dulu dengan sekarang. Ada sebuah keunikan tersendiri yang
penulis jumpai sewaktu mengamati perkembangan masyarakat Karo modern yaitu
mengikisnya identitas Kekaaroan pada generasi muda. Hal ini menjadi nyata
apabila seseorang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan perantauan, dimana persentase
kemungkinan menghilang identitas Karo nya menjadi semakin besar.
Suku Karo adalah suku yang mendiami wilayah di daerah
kebudayaan Tanah Karo, sekarang sebagian besar termasuk dalam wilayah Kabupaten
Karo. Wilayah yang didiami oleh suku Karo termasuk dalam wilayah Bukit Barisan dan
dikelilingi oleh beberapa gunung antara lain Gunung Sinabung, Sibayak,
Sibuaten, Barus, Sikulikap dan lain – lain. Wilayah apitan gunung – gunung tersebut
mengakibatkan struktur tanah yang subur berkontur perbukitan dan memiliki
bervariasi sungai dan sumber mata air sebagai penopang hidup. Kesuburan Tanah Karo
menyebabkan arus migrasi penduduk menjadi lemah. Perkampungan dibuat secara
melebar dan menyebar dibatasi oleh perladangan warga, kuburan, pemandian umum
(tapin) dan keramat. Struktur kependudukan dan penyebaran kampung menyebabkan
daerah di wilayah suku Karo menjadi semakin padat dari hari ke hari.
Suku Karo juga memiliki budaya agraris yang tinggi. Suka bercocok tanam di wilayah tadah hujan, hutan maupun areal persawahan. Gemar beternak dan memiliki kolam ikan. Budaya dan seni pun orang Karo sangat meggambarkan bahwa mereka memuja unsur alam, dewi pertanian serta bunyi – bunyian alat musik dari bambu, pepohonan dan logam dasar. Hal ini mencerminkan budaya agraris tinggi seperti halnya masyarakat di wilayah pertanian subur. Suburnya tanah juga menciptakan etos pekerja petani yang lebih menyukai jam kerja setengah hari, dari subuh ke siang, kemudian hingga sore.
Suku Karo juga memiliki budaya agraris yang tinggi. Suka bercocok tanam di wilayah tadah hujan, hutan maupun areal persawahan. Gemar beternak dan memiliki kolam ikan. Budaya dan seni pun orang Karo sangat meggambarkan bahwa mereka memuja unsur alam, dewi pertanian serta bunyi – bunyian alat musik dari bambu, pepohonan dan logam dasar. Hal ini mencerminkan budaya agraris tinggi seperti halnya masyarakat di wilayah pertanian subur. Suburnya tanah juga menciptakan etos pekerja petani yang lebih menyukai jam kerja setengah hari, dari subuh ke siang, kemudian hingga sore.
Keakraban dan keramahan warga Karo patut diacungi jempol.
Orang Karo tidak pernah setengah hati menjamu tamu. Selalu terbuka dalam
menjamu pendatang adalah satu nilai plus yang ada dalam masyarakat Karo. Hal
ini tentu tidak lepas dari kontur gografis, dimana Tanah Karo Simalem berada di
tengah jalur transportasi antara Aceh, Tapanuli, Pakpak Dairi dengan daerah di
hilir yaitu Medan, Langkat dan Deli. Jalur lalu lintas yang padat juga
dimanfaatkan oleh orang Karo untuk menambah penghasilan dengan menyediakan
banyak jasa yang membantu kelancaran dalam berkendara.
Segala kemewahan dan kenyamanan yang ditawarkan oleh Tanah Karo, tidak selalu mampu menjadikan masyarakat Karo tetap pada pakemnya sebagai orang yang giat. Seiring dengan berjalannya waktu, teknologi datang ke Tanah Karo dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Tak disangka banyak orang Karo yang justru terjerumus ke dalam efek negatif teknologi tersebut. Banyak yang terjerat kasus korupsi, terkekang narkoba dan tertagih sex bebas. Zaman modern memunculkan badai pergolakan di Tanah Karo. Kondisi hara tanah yang makin hari makin menurun akibat penggunaan pupuk secara intensif, perubahan cuaca akibat perambahan hutan secara gila – gilaan dan erupsi Gunung Sinabung tiada henti memunculkan banyak keprihatinan bagi masyarakat Karo. Apakah ini berarti Karo akan tertinggal zaman?!
Segala kemewahan dan kenyamanan yang ditawarkan oleh Tanah Karo, tidak selalu mampu menjadikan masyarakat Karo tetap pada pakemnya sebagai orang yang giat. Seiring dengan berjalannya waktu, teknologi datang ke Tanah Karo dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Tak disangka banyak orang Karo yang justru terjerumus ke dalam efek negatif teknologi tersebut. Banyak yang terjerat kasus korupsi, terkekang narkoba dan tertagih sex bebas. Zaman modern memunculkan badai pergolakan di Tanah Karo. Kondisi hara tanah yang makin hari makin menurun akibat penggunaan pupuk secara intensif, perubahan cuaca akibat perambahan hutan secara gila – gilaan dan erupsi Gunung Sinabung tiada henti memunculkan banyak keprihatinan bagi masyarakat Karo. Apakah ini berarti Karo akan tertinggal zaman?!
Masyarakat Karo dahulu pernah keluar dari berbagai macam
kendala. Pasti ada jalan keluar. Masih terngiang di teling sintua – sintua si nai
bagaimana dentuman terakhir Gunung Sinabung dan Sibayak secara bersamaan yang
memunculkan Linur Batukarang. Bagaimana banjir bandang menghantam Sembahe
sebagai kiriman dari Bahorok. Bagaimana bencana kekeringan melanda dan
menyebabkan kelaparan di mana – mana. Bagaimana zaman mengungsi ke rimba raya
di Blang Kejeren dan Macan Kumbang sewaktu peristiwa Karo Area. Seperti apa
pertumpahan darah dala pembunuhan massal anggota PKI yang merajalela di
seantero Tanah Karo. Semua itu pasti mengguncang Tanah Karo Simalem, bumi
turang, tetapi orang Karo tidak menangis mereka berjuang!
Alangkah baiknya apabila dalam zaman yang sudah sangat
modern sekrang kita mampu merefleksikan semangat Modernisme tanpa meninggalkan
tradisionalis kita sebagai Kalak Karo. Para seniman dan penggiat seni Karo kini
sedang semangat – semangat nya berjuang membangkitkan tradisionalitas ke muka
umum. Terdapat Joey Bangun dengan Teater Aron yang mampu memukau publik ibukota
dengan karya Zendingnya. Brevin Tarigan yang memperbaharui dentingan nada dari
regesan kulcapinya, Plato Ginting dengan hembusan surdam serta suara emasnya.
Belum lagi terdapat John Tarigan, Jimmy Sebayang, Alex Ginting beserta Sirulo
TV nya yang menghibur masyarakat dengan aransemen orisinil lagu – karo Karo.
Arya Sinulingga dengan dukungan dari sponsor – sponsor raksasa nya mampu
menciptakan aksi Save Tanah Karo untuk mengirim bantuan ke korban erupsi Gunung
Sinabung. Semua jiwa muda sedang bergerak, mari dukunglah.
Sebuah Gerakan tidak akan menjadi gebrakan apabila tidak
didukung secara maksimal. Karo kini tengah menderita dan kini menjadi kewajiban
kita generasi penerus untuk membuat nya tetap lestari, tidak lelah berjuang! Berjuang tetap sekolah dan mencintai
pendidikan. Berjuang bekerja melalui sektor – sektor formail – informal untuk
mengurangi tenaga pengangguran, berjuang melestarikan budaya kita dikenal meski
tidak populis, berjuang untuk bangga menjadi bagian dari Tanah Karo Simalem. Zaman
telah berubah dan orang Karo pun turut berubah. Tetapi spercaya, dengan
semangat juang tinggi mari kita bawa Karo ke era yang lebih baik lagi. Era di
mana pendidikan di unggulkan, di prioritaskan dan di maksimalkan. Hidup Pemuda,
Hidup Rayat Karo Sirulo!
Special Thanks:
1.
Savedia Lania Olga beru Sembiring Meliala yang sudah berbaik hati menemani
dan meminjamkan laptop.
2.
Mas penjaga Perpustakaan Kota Yogyakarta, yang sudah berbaik hati
meminjamkan tempat dan keramahan
3.
Bumi Rudang Tanah Karo Simalem atas segala waktu, kekurangan dan
kebahagiaan di Kuta Kemulihen
4.
Tengku Lukman Sinar dalam proses pencarian goresan tangan beliau dalam
Majalah Prisma no 8 tahun 1980. Help Me!
5.
Batak Oorlog atau Perang Sunggal yang sudah membuat pusing kepala berbie..