PANTANGEN IBAS KALAK KARO
(PANTANGAN DI DALAM KEPERCAYAAN MASYARAKAT KARO)
BAGIAN I
Masyarakat
Karo yang tersebar di seluruh dunia memiliki kebudayaan yang unik, diteruskan
turun – temurun dalam bunga rampai adat
budaya Karo. Salah satu keunikan masyarakat Karo adalah mempercayai
pantangan – pantangan yang diajarkan dari kecil. Pantangan tersebut sangat
tidak dianjurkan untuk dilanggar, niscaya sang pelanggar akan mengalami
kesialan atau pun musibah. Pantangan yang dapat dijumpai dalam masyakarat Karo
antara lain:
Berpantang
menyebut sang penghuni hutan. Hutan belantara yang dahulu dimasuki oleh para
penjelajah (perlanja sira) ataupun para penyintas didiami oleh binatang buas.
Untuk menghindari pemanggilan sebutan hewan – hewan buas yang mendiami wilayan
hutan, masyakarat Karo lebih suka untuk permisi dengan sebutan “Nini” ataupun
nenek. Mis: Sentabi man kam nini kami si
ngian kuta enda. Kami permisi terlebih
dahulu kepada NENEK kami yang tinggal di wilayah ini”.
Berpantang
untuk tidak lupa menanam tiap deret baris padi di sawah. Kepercayaan masyarakat
Karo ketika kita lupa sebaris deret ataupun lebih ketika menanam bibit padi di
sawah akan mendatangkan celaka kepada si pemilik petak sawah, maupun kepada
keluarganya.
Berpantang
untuk terbang elang ketika kita sedang NAMBUN
(mengirik padi) di sawah.
Berpantang
untuk mendengar kucing dan anjing berkelahi ataupun asap dapur rumah terbang ke
pangkuan GURU MBELIN (dukun) ketika
beliau sedang memimpun upacara adat, terutama acara ERPANGIR KU LAU dan PERUMAH
BEGU.
Berpantang
untuk menggarap tanah yang tidak diairi air.
Berpantang
untuk menduduki, melangkahi maupun menginjak batu milik pulu balang.
Berpantang
ketika menanam pohon pisang, bayang – bayang dari batang pisang itu mengenai si
penanam pohon.
Berpantang
untuk jatuh ke tepian yang berkeramat dengan kepala kea rah hilir. Jatuh
terperosok ke tepian sering terjadi dalam masyarakat Karo dahulu terutama
ketika sedang mengamati garis batas ladang dengan jurang.
Berpantang
bagi wanita hamil untuk datang ke acara penguburan wanita yang meninggal karena
gagal dalam persalinan.
Berpantang
untuk mengalami alat rusak ketika berusaha membuka ladang di permulaan. Oleh
karena itu alangkah baiknya untuk mengecek kembali kesiapan peralatan dan
perkakas sebelum membuka ladang baru.
SUMBER:
P.
Tamboen. Adat-Istiadat Karo. Jakarta: Balai Pustaka. 1972