Musikalisasi
Tangga Nada Karo
Dulu
tidak sengaja penulis menjumpai sebuah liputan di televisi pemerintah yang
mengulas mengenai sebuah peradaban kuno di China. Cukup mengejutkan, karena
suku terkait memiliki identitas yang sama persis dengan suku Karo di Sumatera
Utara, hanya saja kemudian penulis lupa dalm acara apa dan kapan liputan
tersebut ditayangkan. Mulai dari pakaian pria yang memakai Bekabuluh dan Bulang – Bulang
serta pakaian wanita yang berTudung
dan berhiaskan Emas – mas hingga
bentuk rumah adat panggung empat sisi serta permainan nada – nada minor yang
seolah – olah sedang menyanyikan tangis –
tangis. Keterkaitan tersebut menyebabkan sebuah pertanyaan mendasar, apa
mungkin orang Karo yang ditenggarai berasal dari ras Proto Melayu, adalah suku
yang bernenek - moyangkan dari orang China tersebut? Dari sebuah penelitian dan
wawancara singkat, berhasil didapatkan sekilas mengenai musikalisasi tangga
nada Karo yang cukup identik dengan tangga nada China.
Pada
dasarnya nada – nada Karo sama dengan tangga nada yang dimiliki orang orang
China, dalam hal ini adalah tangga nada Pentatonic,
yang terdiri dari 5 nada. Tangga nada pentatonic China terdiri dari lima nada
yaitu do, re, mi, sol, la (minus fa dan si). Tangga nada pentatonic Mayor (M) Karo kemudian sama dengan
nada pentatonic China namun nada dasarnya diawali nada sol, jadi tangga nada pentatonic Karo adalah sol, la, do, re, mi. Tangga nada pentatonic minor (m) China adalah la, si, do, mi, fa. Sedangkan nada
pentatonic Karo adalah mi, fa, la, si, do.
Dengan kata lain, perbedaan nada dasar pentatonic Karo diawali oleh nada
keempat dari tangga nada China. Keterkaitan yang cukup menarik adalah samanya
tangga nada Sunda dengan China, yang identik (sama persis), perbedaan
diantaranya hanya terletak pada variasi dalam permainan musiknya.
Variasi
ending musik Patam – patam Karo
memiliki kekayaan dalam style bermain sehingga seorang pemain keyboard dapat
memiliki beragam koleksi variasi patam / style / program Karo, yang kemudian
tidak membosankan penonton dalam acara guro – guro aron. Akan tetapi, semua
variasi patam akan dimulai dari nada ketiga (mi) yang kemudian dikombinasikan
sesuai dengan kebutuhan. Patam keyboard pada masyarakat Karo tempo dulu tidak
dikenal, ditenggarai karena komposisi musik tradisional Karo (ensambel gendang
lima sedalanen) berjalan dengan sangat lambat, dikarenakan lead sarune(sangat mewajibkan kemampuan
bernafas yang prima dari seorang penarune) bermain di tempo lambat. Musik
modern Karo yang dimainkan dengan keyboard diperkenalkan kemudian oleh salah
satu maestro musik petik Karo, Djasa
Tarigan. Beliau memulai mencoba memprogramkan musik tradisional Karo ke
dalam keyboard type KN buatan Technics pada tahun 1984. Pada tahun 1990 – an
awal kemudian baru musik keyboard Karo menjadi tren di kalangan orang Karo.
Selain pembiayaan yang lebih murah dibanding dengan menyewa satu set lengkap
ensambel gendang lima sedalanen, seorang pemain keyboard dapat lebih mudah
mengkombinasikan patam – patam maupun
odak – odak dengan lagu yag lebih
populer maupun sedang ngetrend. Hal ini kemudian melahirkan generasi seperti Parlin Ginting, Marjoni Perangin – Angin, Sakti
Sembiring, Hendro (Jazz) Sembiring. Meski kalah pamor dibanding pemain keyboard, tetapi si –
erjabaten tradisionil Karo seperti Sorensen
Tarigan, Ismail Bangun, serta
para maestro Djasa Tarigan, Wardin Ginting, (alm.) Tukang Ginting dan (alm.) Stasion Tarigan pun pasti tidak akan
pernah dilupakan.
Special
Thanks:
Novrendo Malbreba Malau, atas wawancara singkat
dan atensinya mengenai musik Karo.
Endi Bastanta Sinuraya, yang sedang galau mengenai
perkembangan musik modern dan pop Karo yang “meracuni” generasi sekarang.