JENGOK MAGDALENA BERU SEBAYANG
Mendengar nama Wanita, banyak orang yang menganggap bahwa kata tersebut mewakili personifikasi feminis, yang selalu berkaitan dengan Gender, Lemah dan Rumah Tangga. Wanita ataupun perempuan seringkali diremehkan sebagai pihak yang mengurus anak, rumah dan berkarir di wilayah dapur. Hal ini tentu tidak mengejutkan, apalagi di lingkungan Kolonial, yang notabene mengagungkan Patrialkal dimana faktor Kuat disimbolkan dengan Kejantanan dan Maskulinitas, notabene menunjuk pada pihak Pria.
Akan tetapi, di lingkungan Indonesia yang bercorak agraris, wanita memiliki personifikasi yang lebih kuat dan tangguh. Mereka tidak saja digambarkan sebagai pihak yang hanya mampu mengurus anak dan sandang tetapi juga mampu mengcover pekerjaan di ladang, bercocok tanam serta mengurus hasil sampingan (baca: berkebun di pekarangan rumah). Wanita Indonesia banyak yang telah memunculkan diri di kancah nasional seperti halnya RA Kartini, Tjut Njak Dhien, Fatmawati, Likas br Tarigan dan masih banyak lagi. Srikandi – srikandi Indonesia ini lahir dari kerasnya iklim penjajahan yang membuktikan bahwa diri mereka masih memiliki semangat juang lebih. Meski dicerai – beraikan, mereka membuktikan bahwa iklim adat dan era penjajahan tidaklah mampu menghalangi mereka untuk berkarir lebih baik.
Karier yang dahulu menumpahkan darah di medan laga, kini berganti menuju pena dan meja di kantor. Wanita Indonesia kekinian memiliki semangat untuk tumbuh dan berkembang lebih jauh lagi, seolah tidak ingin kalah dengan para pendahulu yang telah gugur di medan jaung. Wanita modern Indonesia digambarkani seperti halnya Sinta Nuriyah Wahid, Amelia Ahmad Yani, Ivana Lie, Mooryati Soedibyo,Serda Eka Patmawati, Susi Pujiastuti menunjukkan bahwa mereka lebih dari hanya sesosok Ibu tetapi juga inspirasi di dalam keluarganya.
Penulis disini juga mengenal sesosok wanita yang kuat, tangguh dan menginspirasi. Meski masih muda dan perlu belajar lebih jauh lagi, JENGOK MAGDALENA BERU SEBAYANG menggaambarkan bagaimana tangguhnya sesosok wanita Indonesia sebenarnya. Wanita yang lahir 08 Agustus 1989 ini lahir dan bear di lingkungan keras orang Medan, Padang Bulan. Kemudian melanjutkan studi di Teologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta pada tahun 2007 dan melanjutkan karir menjadi staf pengajar Yayasan Penabur Bandung pada tahun 2013. Selama menempuh studi wanita yang akrab di panggil Lyena ini rajin mengikuti berbagai kegiatan baik lingkup Teologi, Gerejawi, Kekristenan, Kemahasiswaan maupun scope budaya Karo.
Selama masa menjadi mahasiswa, Lyena memiliki keaktifan yang luar biasa dalam berorganisasi. Dia mampu membagi dan menyisihkan waktu untuk tiap organisasi yang diikuti, meski tidak jarang juga mengalami disorientasi dalam mengikuti kegiatan. Aktif tidak saja dalam lingkup mengikuti, tetapi juga turut dalam kepanitiaan dan struktur kepengurusan di dalam organisasi tersebut. Tidak jarang juga melihat Lyena harus loncat – meloncat dari satu acara ke acara lain yang harus serta – merta diikuti dalam waktu yang bersamaan (baca: bertabrakan). Keaktifan di aneka organisasi juga menambah lingkup pertemanan dan jaringan koneksi yang amat luas, terutama dalam segi Gerejawi dan organisasi Kekristenan yang diperlukan bagi tiap mahasiswa untuk berkembang. Banyaknya tali pertemanan yang diikat menjadikan Lyena sebagai orang yang supel dan mudah bergaul. Tidak sulit bagi dia untuk membaur di komunitas maupun lingkungan yang baru, terkadang membutuhkan proses adaptasi yang luar biasa. Tali pertemanan yang luas juga membantu dalam meloncat – loncat mengunjungi wilayah – wilayah baru seantero Nusantara ini, mewujudkan hobi yaitu travelling.
Kemampuan mengikat teman dan keaktifan yang luar biasa juga diikuti dengan kecerdasan diatas rata – rata. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu tidak saja didapat tetapi juga mampu diserap dan dicerna sebagai pengetahuan soft skill yang tidak akan di dapat di kelas pada masa studi. Orang terkadang meremehkan soft skill dan hanya berfokus pada hard skill, suatu keuntungan bagi Lyena karena tentu soft skill yang didapat selama mengikuti klesibukan yang padat tentu dapat menginspirasi pembentukan metode mengajar dan melakukan pendekatan yang lebih personal kepada anak didik. Satu hal yang luar biasa menurut penulis adalah sang adik cantik ini menyukai tantangan. Banyak orang yang terpaku pada zona nyaman dan kemudian tidak berani mengambil tantangan untuk berkembang. Di tengah arus zaman modernism yang menggerus keindahan Nusantara, tantangan adalah upaya untuk kembali tetap mengIndonesia. Lyena adalah aktivis yang menyukai tantangan dan tantangan terfavoritnya adalah bertualang dan tersesat. Mengunjungi tempat baru, berkenalan dengan orang baru dan melihat Indonesia dari perspektif yang baru. Tidak saja dalam kegiatan outdoor, tantangan dalam mengembangkan metode belajar yang efektif, akurat dan bebas juga diramu agar siswa tidak jemu dengan metode pengajaran yang itu – itu saja. Penyuka tantangan adalah Lyena dan mungkin hal tersebut yang menginspirasi untuk mengikuti aktifitas – aktifitas yang luar biasa banyaknya.
Meski Aktif, Supel, Cerdas dan suka tantangan, Lyena juga bukanlah manusia sempurna. Dia tidak terlahir bak Iron man yang terbuat dari metal atau Hulk dari gabungan reaksi kimiawi nuklir. Lyena juga adalah manusia biasa. Dengan aktifitas yang luar biasa padat, fisik tentu menjadi mudah lelah. Kelelahan fisik tentu dapat menyebabkan tumbuh berkembangnya penyakit. Penyakit menjadi penghambat dalam beraktivitas. Terhambatnya aktivitas mampu menimbulkan tumpukan kerjaan dan berujung pada stress akut. Stress dan migrain tentu menjadi rutinitas bulanan, belum lagi udara dingin Bumi Priangan sering memicu Sinusitis Lyena sehingga bed rest menjadi solusi terakhir. Pekerjaan seabrek dengan kondisi kepayahan juga mampu memicu self temper (Lyena banget) yang menyebabkan turunnya rasa percaya diri. Hal ini sering terlihat, terutama pada masa PMS dan deadline tugas, Lyena menjadi Singa yang sulit di dekati. Alangkah baiknya apabila pada masa tersebut, jadwal kegiatan di -reschedule dan istirahat dengan menikmati Me – Time di Spa atau taman bacaan.
Terakhir sebagai penutup, tulisan ini tidak bertujuan untuk mengagungkan JENGOK MAGDALENA BERU SEBAYANG, hanya sebagai kacamata seorang brother yang concern kepada adik supernya. Manusia banyak yang hidup sebagai penyuka tantangan tetapi gugur dikarenakan tantangan tersebut. Semoga tulisan ini mampu melihat sesosok Lyena dari kacamata Non – Lyena dan menyadarkan bahwa Lyena jauh lebih kuat dari tantangan keras manapun. Sebuah kuota favorit penulis, “Travelling was Never the Destination, but Always the Journey” Hidup JENGOK NDUT!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar