Powered By Blogger

Kamis, 09 Agustus 2018

Pantangen Ibas Kalak Karo 1

PANTANGEN IBAS KALAK KARO
(PANTANGAN DI DALAM KEPERCAYAAN MASYARAKAT KARO)
BAGIAN I
Masyarakat Karo yang tersebar di seluruh dunia memiliki kebudayaan yang unik, diteruskan turun – temurun dalam bunga rampai adat  budaya Karo. Salah satu keunikan masyarakat Karo adalah mempercayai pantangan – pantangan yang diajarkan dari kecil. Pantangan tersebut sangat tidak dianjurkan untuk dilanggar, niscaya sang pelanggar akan mengalami kesialan atau pun musibah. Pantangan yang dapat dijumpai dalam masyakarat Karo antara lain:
Berpantang menyebut sang penghuni hutan. Hutan belantara yang dahulu dimasuki oleh para penjelajah (perlanja sira) ataupun para penyintas didiami oleh binatang buas. Untuk menghindari pemanggilan sebutan hewan – hewan buas yang mendiami wilayan hutan, masyakarat Karo lebih suka untuk permisi dengan sebutan “Nini” ataupun nenek. Mis: Sentabi man kam nini kami si ngian kuta enda. Kami permisi  terlebih dahulu kepada NENEK kami yang tinggal di wilayah ini”.
Berpantang untuk tidak lupa menanam tiap deret baris padi di sawah. Kepercayaan masyarakat Karo ketika kita lupa sebaris deret ataupun lebih ketika menanam bibit padi di sawah akan mendatangkan celaka kepada si pemilik petak sawah, maupun kepada keluarganya.
Berpantang untuk terbang elang ketika kita sedang NAMBUN (mengirik padi) di sawah.
Berpantang untuk mendengar kucing dan anjing berkelahi ataupun asap dapur rumah terbang ke pangkuan GURU MBELIN (dukun) ketika beliau sedang memimpun upacara adat, terutama acara ERPANGIR KU LAU dan PERUMAH BEGU.
Berpantang untuk menggarap tanah yang tidak diairi air.
Berpantang untuk menduduki, melangkahi maupun menginjak batu milik pulu balang.
Berpantang ketika menanam pohon pisang, bayang – bayang dari batang pisang itu mengenai si penanam pohon.
Berpantang untuk jatuh ke tepian yang berkeramat dengan kepala kea rah hilir. Jatuh terperosok ke tepian sering terjadi dalam masyarakat Karo dahulu terutama ketika sedang mengamati garis batas ladang dengan jurang.
Berpantang bagi wanita hamil untuk datang ke acara penguburan wanita yang meninggal karena gagal dalam persalinan.
Berpantang untuk mengalami alat rusak ketika berusaha membuka ladang di permulaan. Oleh karena itu alangkah baiknya untuk mengecek kembali kesiapan peralatan dan perkakas sebelum membuka ladang baru.

SUMBER:
P. Tamboen. Adat-Istiadat Karo. Jakarta: Balai Pustaka. 1972