Powered By Blogger

Rabu, 10 Oktober 2018

Pantangen Ibas Kalak Karo II


PANTANGEN IBAS KALAK KARO
(PANTANGAN DI DALAM KEPERCAYAAN MASYARAKAT KARO)
BAGIAN II
Masyarakat Karo yang tersebar di seluruh dunia memiliki kebudayaan yang unik, diteruskan turun – temurun dalam bunga rampai adat  budaya Karo. Salah satu keunikan masyarakat Karo adalah mempercayai pantangan – pantangan yang diajarkan dari kecil. Pantangan tersebut sangat tidak dianjurkan untuk dilanggar, niscaya sang pelanggar akan mengalami kesialan atau pun musibah. Pantangan yang dapat dijumpai dalam masyakarat Karo antara lain:

Pantang mengembangkan tikar secara terbalik, dikarenakan tikar yang dipasang secara terbalik adalah tikar untuk mayat / orang yang telah meninggal. Bagi masyarakat Karo juga sangat dipantangkan untuk meletakkan barang – barang yang dipakaikan pinggang tubuh ke bawah (semisal celana, sepatu dsb) di area yang searah dengan kepala.

Berpantang untuk membawa makanan ke sawah ataupun ladang sewaktu masa menanam padi. Masyarakat tempo dulu percaya bahwa makanan tersebut akan dicuri oleh tikus, monyet ataupun babi hutan sewaktu kita sedang menjaga padi dari serangan burung.

Berpantang untuk bersiul – siul sewaktu memotong padi (ngetam).

Sangat pantang untuk menemukan ular yang masuk ke dalam rumah. Masyarakat dahulu percaya bahwa apabila kita menemukan binatang liar di dalam rumah adalah tanda kesialan yang teramat sangat.

Berpantang untuk melihat dan mencela tanduk kerbau yang sedang terpasang di atap rumah pada prosesi Ngampeken Ayo - Ayo.

Berpantang bagi pengantin Karo (berlaku bagi si empo ras si sereh) terantuk kaki maupun kepala (sewaktu mengketi rumah) sewaktu berjalan dari dan menuju pelaminan.

Berpantang untuk melakukan perjalanan menyeberangi sungai maupun meninggalkan tempat tidur setelah pesta dengan jangka paling lama 4 hari. Bagi masyarakat Karo tempo dulu melakukan perjalanan melintasi sungai dianggap suatu perjalanan yang jauh dan penuh resiko, terlebih bagi pengantin muda.

Pantang untuk meninggalkan pekerjaan yang belum terselesaikan dengan tuntas, hal ini dianggap bahwa yang bersangkutan tidak bertanggung jawab.

Berpantang untuk mandi di tengah hari. Bagi Kuan – Kuan Kalak Karo “ Mandi pagi – pagi beruntung, mandi tengah hari rugi, mandi sore hari paling pokok”. Masyarakat Karo percaya bahwa mandi di siang hari tidak mendatangkan kebaikan.

Pantang bagi anak – anak kecil yang belum sempat dikikir dan wanita yang  sedang hamil untuk berjalan – jalan atau belum tiba di rumah sewaktu senja hari.

SUMBER:
P. Tamboen. Adat-Istiadat Karo. Jakarta: Balai Pustaka. 1972