PANTANGEN IBAS KALAK KARO
(PANTANGAN DI DALAM KEPERCAYAAN MASYARAKAT KARO)
BAGIAN II
Masyarakat Karo yang
tersebar di seluruh dunia memiliki kebudayaan yang unik, diteruskan turun –
temurun dalam bunga rampai adat budaya
Karo. Salah satu keunikan masyarakat Karo adalah mempercayai pantangan –
pantangan yang diajarkan dari kecil. Pantangan tersebut sangat tidak dianjurkan
untuk dilanggar, niscaya sang pelanggar akan mengalami kesialan atau pun
musibah. Pantangan yang dapat dijumpai dalam masyakarat Karo antara lain:
Pantang mengembangkan
tikar secara terbalik, dikarenakan tikar yang dipasang secara terbalik adalah
tikar untuk mayat / orang yang telah meninggal. Bagi masyarakat Karo juga
sangat dipantangkan untuk meletakkan barang – barang yang dipakaikan pinggang
tubuh ke bawah (semisal celana, sepatu dsb) di area yang searah dengan kepala.
Berpantang untuk
membawa makanan ke sawah ataupun ladang sewaktu masa menanam padi. Masyarakat
tempo dulu percaya bahwa makanan tersebut akan dicuri oleh tikus, monyet ataupun
babi hutan sewaktu kita sedang menjaga padi dari serangan burung.
Berpantang untuk
bersiul – siul sewaktu memotong padi (ngetam).
Sangat pantang untuk
menemukan ular yang masuk ke dalam rumah. Masyarakat dahulu percaya bahwa
apabila kita menemukan binatang liar di dalam rumah adalah tanda kesialan yang
teramat sangat.
Berpantang untuk
melihat dan mencela tanduk kerbau yang sedang terpasang di atap rumah pada
prosesi Ngampeken Ayo - Ayo.
Berpantang bagi
pengantin Karo (berlaku bagi si empo ras
si sereh) terantuk kaki maupun kepala (sewaktu mengketi rumah) sewaktu berjalan dari dan menuju pelaminan.
Berpantang untuk
melakukan perjalanan menyeberangi sungai maupun meninggalkan tempat tidur
setelah pesta dengan jangka paling lama 4 hari. Bagi masyarakat Karo tempo dulu
melakukan perjalanan melintasi sungai dianggap suatu perjalanan yang jauh dan
penuh resiko, terlebih bagi pengantin muda.
Pantang untuk meninggalkan
pekerjaan yang belum terselesaikan dengan tuntas, hal ini dianggap bahwa yang
bersangkutan tidak bertanggung jawab.
Berpantang untuk mandi
di tengah hari. Bagi Kuan – Kuan Kalak
Karo “ Mandi pagi – pagi beruntung, mandi tengah hari rugi, mandi sore hari
paling pokok”. Masyarakat Karo percaya bahwa mandi di siang hari tidak
mendatangkan kebaikan.
Pantang bagi anak –
anak kecil yang belum sempat dikikir dan wanita yang sedang hamil untuk berjalan – jalan atau
belum tiba di rumah sewaktu senja hari.
SUMBER:
P.
Tamboen. Adat-Istiadat Karo. Jakarta: Balai Pustaka. 1972