Powered By Blogger

Senin, 26 November 2012

Filosofi dan Makna Tari Karo


Filosofi dan Makna Tari Karo

Orang Karo adalah salah satu etnis yang mendiami wilayah bagian Sumatera Utara yang memiliki budaya dengan rentang waktu yang panjang. Panjangnya budaya yang dimiliki oleh orang Karo ini dibuktikan dengan pendapat beberapa ahli sejarah dan arkeologi terkenal mengenai budaya Karo yang cenderung tergolong sebagai budaya ras Proto Melayu Tua. Mereka mendiskripsikan ragam budaya ini termasuk pada kalangan orang yang berciri masih memiliki rumah panggung, memiliki ensambel musik minor, tinggal di pedalaman hutan maupun gunung, dan memiliki akses mobilitas yang terbatas (secara implisit hanya memiliki kemampuan untuk bermobilisasi sejauh 16km per hari). Kriteria ini tentu bukan kriteria yang disusun secara sembarang, tetapi telah melewati beberapa kajian ilmu akademis terkait. Oleh karena itu, penyandingan Karo dengan etnis Batak lainnya, termasuk jua Dayak, dan Toraja memiliki suatu kemiripan budaya yang secara kasat mata tidak terlalu mencolok. Oleh karena itu, orang Karo sendiri tentunya memiliki sebuah kekayaan luar biasa akan ragam budaya, mulai dari kesenian, ragam hias, ragam arsitek, ragam tenun dan masih banyak lagi. Akan tetapi, salah satu yang menarik perhatian banyak orang adalah ragam kesenian musik dan tari – tarian.

Ragam musik orang Karo kaya akan dinamika yang menggambarkan filosofi kehidupan. Tidak jarang sebuah reportoar diciptakan terinspirasi dari pengamatan sang empu / maestro terhadap proses berjalannya alam disekelilingnya, antara lain musik Perkatimbung Beru Tarigan yang terinspirasi dari gemericik air di sungai terhadap bebatuan dan dedaunan di sekelilingnya, kemudian ditransformasikan ke dalam permainan kulcapi yang berirama semakin kuat. Kemudian karya Gendang Lima Puluh Kurang Dua yang terinspirasi dari pembentukan alam semesta beserta isinya, diwujudkan dalam variasi peniupan sarune dengan teknik – teknik meniup yang bervariasi. Pemukulan gendang alep – alep, perang – perang dan odak – odak pun ditenggarai memiliki inspirasi yang tidak jauh berbeda, dikarenakan permainan bunyi yang khas dengan cak – cak yang berulang – ulang menyerupai proses alam yang bervariasi. Hal ini tentu menjadi sebuah kekayaan alam yang tidak terukur bagi orang Karo dimana penelitian terhadap musikalisasi nada – nada mistis Karo berulang kali ditelaah dan dikaji oleh para maestro musik Karo, meski kesemuanya gagal menciptakan adanya pembuatan tangga nada Karo yang mampu membuat musikalisasi Karo menjadi lebih mudah dipelajari.

Salah satu yang menarik dari ragam pengiring musik Karo selain instrumen tradisional adalah tari – tarian. Sebuah tarian bagi orang Karo memiliki jiwa (soul) yang cukup berpengaruh terhadap jalannya musikalisasi permainan, terutama apabila sedang berpenampilan di khayalak umum, seperti halnya gendang guro – guro dan kerja tahun. Tari – tarian Karo dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu:

1.   Tari Komunal, merupakan tarian yang terkait dengan upacara – upacara penting seperti kerja erdemu bayu (perkawinan), merdang merdem (upacara pertanian), nurun nurun (kematian), guro guro (muda – mudi), ersimbu / dogal dogal (memanggil hujan), mengket rumah mbaru (peresmian rumah baru), ngukal tulan tulan (penguburan kembali) dll.
2.   Tari Khusus, yang hanya dijumpai pada saat tertentu / diselenggarakan diakibatkan adanya kondisi khusus yang memerlukan tari – tarian tersebut. Misalnya pada gendang guru (dukun), peselukken (trance), perumah begu (memanggil roh), erpangir ku lau (keramas), perodak – odak, tari tungkat, tari baka.
3.   Tari Tontonan, yang memang tidak hanya ada sewaktu dibutuhkan, tetapi telah menjadi hiburan tersendiri bagi rakyat sirulo. Seperti halnya tari perkolong – kolong, gendang Mayan / Ndikkar (silat Karo), tari Kuda – Kuda, tari Gundala _ Gundala / Tembut Tembut Seberaya(tari topeng).
4.   Tari Kreasi Baru, sebagai tari yang diciptakan pada masa kini sebagai variasi baru tarian non – kontemporer dan banyak digunakan dalam lomba – lomba pelestarian tradisi Karo. Contohnya antara lain adalah tari lima serangkai, tari telu serangkai, tari roti manis, tari terang bulan, tari uis gara dan lainnya.
5.   Tari Sigundari, tarian yang terinspirasi dari lagu popular Karo masa kini, dapat diambil / diinspirasi dari berbagai genre musik Karo.

Disamping itu, tari – tarian Karo memiliki beberapa fungsi yang berpengaruh terhadap eksistensi tarian itu sendiri di kalangan masyarakat Karo dan menjadi alasan utama bagi pelestariannya, antara lain sebagai penghayatan estetis, pengungkapan emosional, media hiburan, media komunikasi, fungsi perlambangan, reaksi jasmani, penggambaran norma – norma sosial, pengesahan terhadap lembaga maupun status sosial tertentu,kesinambungan budaya, pengintegrasian masyarakat dan media pendidikan. Hal ini tentu tidak luput dari peran tarian Karo yang secara implisit memiliki berbagai makna dan pesan moral yang terselip di dalamnya, yang kemudian mampu berperan sebagai control sosial dalam masyarakatnya.

Dalam tarian Karo, terdapat banyak sekali makna yang terwakili dalam gerak – gerik sang penari, terutama pada tiga bagian utama yaitu endek (penghentakan irama kaki yang selaras dengan pukulan penganak dan gung), jole / jemole (goyangan badan) dan tan lempir (gemulainya / lentiknya jemari tangan yang mampu menekuk ke belakang untuk mempercantik tampilan penari). Ketiganya biasanya dapat diperoleh dengan kerja keras dalam latihan, meski untuk tan lempir tidak semuanya dapat melakukannya, dengan kata lain ada bakat tersendiri yang diperoleh sang penari sejak lahir untuk melentikkan jarinya.
Untuk tarian sendiri, beberapa perlambang makna dari gerakan tersebut adalah,

1.   Gerak tangan kiri naik, Gerak tangan kanan ke bawah, melambangkan makna selalu menimbang segala sesuatu sebelum memutuskan untuk bertindak (tengah rukur).
2.   Gerak tangan kiri ke bawah, Gerak tangan kanan ke atas, melambangkan saling tolong – menolong dan saling membantu (sisampat – sampaten).
3.   Gerakan tangan kiri ke kanan kemudian ke depan, melambangkan tiada boleh mendekat apabila belum bertutur (ise pe la banci ndeher adi lenga si oraten).
4.   Gerakan tangan memutar dan mengepal, melambangkan persatuan, kesatuan dan musyawarah mufakat (perarihen enteguh). Gerakan tangan kemudian keatas melambangkan bahwa siapa pun tidak boleh berdekatan.
5.   Gerakan tangan sampai ke kepala dan membuka seperti burung merak, melambangkan pertimbangan sebelum memutuskan (beren rukur).
6.   Gerak tangan ke kenan dan kiri sampai bahu, melambangkan berbuat sepenanggungan bersama (baban si mberat ras menahang radu ibaba), kemudian gerakan tangan di pinggang, melambangkan penuh tanggung jawab.
7.   Gerakan tangan kiri dan tangan kanan ke posisi tengah badan berdiri melambangkan siapapun yang datang jika sudah saling berkenalan dan mengetahui tutur masing – masing, diterima dengan baik sebagai keluarga (ise pe adi nggo ertutur ialo – alo alu mehuli).

Tulisan ini disadur ulang dari karya Bapak Julianus Limbeng yang berjudul “Sejarah dan Filosofi Makna Seni Tari Karo”. Beliau merupakan musisi tradisi – pop Karo dan salah satu budayawan Karo saat ini. Beliau kini mengajar di etnomusikologi Universitas Pelita Harapan dan menjadi Pertua di GBKP Rg. Harapan Indah Bekasi.
Special Thanks:
Bapak Julianus Limbeng atas postingannya mengenai ragam budaya Karo terutama bidang kesenian tradisional Karo.
Endi Bastanta Sinuraya dan teman – teman Tradisi Karo Yogyakarta serta teman – teman penggerak budaya Karo di seluruh Nusantara.
Gita Surya Abednego Ginting Suka sebagai teman di kala RS Panti Rapih 21102012:D




Tidak ada komentar:

Posting Komentar